Para pahlawan kusuma bangsa tidak selalu dimakamkan di tempat terhormat di taman makam pahlawan. Namun beberapa di antara mereka masih menyimpan misteri karena jasadnya tidak ditemukan. Ada yang terkubur di laut, di tiang gantungan, dan dibunuh namun makamnya disembunyikan dengan berbagai alasan.
Dari 163 tokoh yang dianugerahi gelar pahlawan nasional, 10 di antaranya hingga saat ini belum diketahui makamnya. “Ada 10 pahlawan nasional yang belum diketahui makamnya. Ini menjadi tugas keluarga karena pemerintah tidak menjangkau ke situ,” kata Dirjen Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan Kementerian Sosial Hartono Laras di Jakarta beberapa waktu lalu
Hingga saat ini pemerintah telah memberikan gelar pahlawan nasional kepada 163 tokoh, di mana 12 di antaranya perempuan. Kepada ahli waris, pemerintah memberikan bantuan berupa tunjangan sebesar Rp 1,5 juta setiap bulan dan bantuan kesehatan Rp 3 juta setahun. Selain itu, jika rumah ahli waris tidak layak huni akan dibantu perbaikan rumah sebesar Rp 25 juta. “Mereka berhak dimakamkan di taman makan pahlawan, baik di pusat maupun daerah, tapi bagi ahli waris yang tetap menginginkan makamnya di tempat semula akan dilakukan perawatan,” tambah Hartono dikutip antara.com.
Berikut 10 Nama Pahlawan yang makamnya belum ditemukan:
1. Laksamana Madya TNI (Ant) Yosaphat Soedarso (lahir di Salatiga, Jawa Tengah, 24 November 1925 – meninggal di Laut Aru, 15 Januari 1962 pada umur 36 tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.[1] Ia beragama Kristen. Ia gugur di atas KRI Macan Tutul dalam peristiwa pertempuran Laut Aru setelah ditembak oleh kapal patroli Hr. Ms. Eversten milik armada Belanda pada masa kampanye Trikora. Sesaat sebelum tengelam, Komodor Yos Sudarso dengan menggunakan radio menyerukan pesan tempurnya kepada teman-teman seperjuangan, “Kobarkan semangat pertempuran!“ Hal yang kurang lazim adalah, sebagai seorang Kepala Staf Angkatan Laut tidak seharusnya ia ikut terjun langsung di dalam operasi tersebut. Namanya kini diabadikan menjadi nama KRI dan pulau.
2. Soeprijadi (lahir di Trenggalek, Jawa Timur, 13 April 1923 – tidak diketahui) adalah pahlawan nasional Indonesia dan pemimpin pemberontakan pasukan Pembela Tanah Air (PETA) terhadap pasukan pendudukan Jepang di Blitar pada Februari 1945. Ia ditunjuk sebagai Menteri Keamanan Rakyat dalam Kabinet Presidensial, tetapi digantikan oleh Imam Muhammad Suliyoadikusumo pada 20 Oktober 1945 karena Supriyadi tidak pernah muncul. Bagaimana dan di mana Supriyadi wafat, masih menjadi misteri yang belum terpecahkan.
3. Dr. Moewardi (Pati, Jawa Tengah, 1907 – Surakarta, Jawa Tengah, 13 Oktober 1948) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia.Moewardi adalah seorang dokter lulusan STOVIA. Setelah lulus, ia melanjutkan pendidikan Spesialisasi Telinga Hidung Tenggorokan (THT). Selain itu aa adalah ketua Barisan Pelopor tahun 1945 di Surakarta dan terlibat dalam peristiwa proklamasi 17 Agustus 1945. Dalam acara tersebut, ia juga turut memberikan sambutan setelah Soewirjo, wakil wali kota Jakarta saat itu. Di Solo, dr.Muwardi mendirikan sekolah kedokteran dan membentuk gerakan rakyat untuk melawan aksi-aksi PKI. Pada peristiwa Madiun dia adalah salah satu tokoh yang dikabarkan hilang dan diduga dibunuh oleh pemberontak selain Gubernur Soeryo.
4. Tan Malaka adalah sosok laki laki kelahiran Suliki, Sumatra Barat pada tanggal 02 Juni 1897 dengan nama asli Ibrahim gelar Datuk Tan Malaka. Anak dari pasangan Rasad Caniago dan Sinah Sinabur ini merupakan tamatan Kweekschool Bukit Tinggi pada umur 16 tahun di tahun 1913, dan dilanjutkan ke Rijks Kweekschool di Haarlem, Belanda. Tan Malaka terbunuh di Kediri Jawa Timur pada tanggal 19 Februari 1949.
5. Martha Christina Tiahahu (lahir di Nusa Laut, Maluku, 4 Januari 1800 – meninggal di Laut Banda, Maluku, 2 Januari 1818 pada umur 17 tahun) adalah seorang gadis dari Desa Abubu di Pulau Nusalaut. Lahir sekitar tahun 1800 dan pada waktu mengangkat senjata melawan penjajah Belanda berumur 17 tahun. Ayahnya adalah Kapitan Paulus Tiahahu, seorang kapitan dari negeri Abubu yang juga pembantu Thomas Matulessy dalam perang Pattimura tahun 1817 melawan Belanda. Di Kapal Perang Eversten, Martha Christina Tiahahu menemui ajalnya dan dengan penghormatan militer jasadnya diluncurkan di Laut Banda menjelang tanggal 2 Januari 1818
6. Gusti Ketut Jelantik (??? – 1849) adalah pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Karangasem, Bali. Ia merupakan patih Kerajaan Buleleng. Ia berperan dalam Perang Jagaraga yang terjadi di Bali pada tahun 1849. Perang ini berakhir sebagai suatu puputan, seluruh anggota kerajaan dan rakyatnya bertarung mempertahankan daerahnya sampai titik darah penghabisan. Namun akhirnya ia harus mundur ke Gunung Batur, Kintamani. Pada saat inilah ia gugur.
7. Pattimura lahir pada tanggal 8 Juni 1783 dari ayah Frans Matulesi dengan Ibu Fransina Silahoi. Munurut M. Sapidja ( penulis buku sejarah pemerintahan pertama) mengatakan bahwa “pahlawan Pattimura tergolong turunan bangsawan dan berasal dari Nusa Ina (Seram). Ayah beliau yang bernama Antoni Mattulessy adalah anak dari Kasimiliali Pattimura Mattulessy. Yang terakhir ini adalah putra raja Sahulau. Sahulau merupakan nama orang di negeri yang terletak dalam sebuah teluk di Seram Selatan”Di sebuah rumah di Siri Sori, Kapitan Pattimura berhasil ditangkap pasukan Belanda. Bersama beberapa anggota pasukannya, dia dibawa ke Ambon. Di sana beberapa kali dia dibujuk agar bersedia bekerjasama dengan pemerintah Belanda namun selalu ditolaknya. Para tokoh pejuang akhirnya dapat ditangkap dan mengakhiri pengabdiannya di tiang gantungan pada tanggal 16 Desember 1817 di kota Ambon
8. Brigadir Jenderal Ignatius Slamet Rijadi (EYD: Ignatius Slamet Riyadi; lahir di Surakarta, 26 Juli 1927 – meninggal di Ambon, 4 November 1950 pada umur 23 tahun) adalah seorang tentara Indonesia. Pada tahun 1950, setelah berakhirnya revolusi, Rijadi dikirim ke Maluku untuk memerangi Republik Maluku Selatan. Setelah operasi perlawanan selama beberapa bulan dan berkelana melintasi Pulau Ambon, Rijadi tewas tertembak menjelang operasi berakhir.
9. I Gusti Ketut Puja lahir di Singaraja, 19 Mei 1908 dari pasangan I Gusti Nyoman Raka dan Jera Ratna Kusuma. Tahun 1934, diusia 26 tahun, Pudja berhasil menyelesaikan kuliah di bidang hukum dan meraih gelar Meester in de Recten dari Rechts Hoge School, Jakarta. I Gutsti Ketut Pudja meninggal dunia pada 4 Mei 1977 di usia 68 tahun
10. Dr. Ide Anak Agung Gde Agung (lahir di Gianyar, Bali, 24 Juli 1921 – meninggal 22 April 1999 pada umur 77 tahun) adalah ahli sejarah dan tokoh politik Indonesia. Di Bali ia juga berposisi sebagai raja Gianyar, menggantikan ayahnya Anak Agung Ngurah Agung. Pada tanggal 9 November 2007, almarhum dianugerahi gelar pahlawan nasional.
Sumber : Klik disini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar